Hujan Pagi di Lebaran Korban
Mangarai, 31 Desember 2006
Hujan, rupanya kau
Juga turut bertakbir
Kau kenakan
Setelan jubah air
Apakah akan ada korban banjir?
Atau korban terus akan mengalir?
Tahun Baru 2007
Pondok Labu, 010107
1/
Mestinya ia malu
Tinggalkan waktu
Berwajah sendu
Berlalu tanpa restu ibu
2/
sampailah aku di hilir waktu
entah berapa kali terbentur batu
entah berapa kali tersangkut kayu
aku tak pernah tahu
aku hanya tahu
bersama waktu
air terus berlalu
terus melangkah pulang berlabuh
menemui sang ibu waktu
entah,
apakah ia akan bertemu?
akhirnya waktu pun muncul dari abuabu
lalu berkeliling mencari titik semu
entah,
apakah ia akan bertemu?
Di Pelipis Wajah Waktu
Pondok Cabe, 010107 1136
Masih membekas irisan sembilu
Seperti luka para penyamun
Luka itu baru saja luruh
Setelah tetesan madu menyapu
: Lalu waktu berubah menjadi peluru
Menembus ulu hatiku
Mimpi Kamu
Embun pagi melilit tubuh
Mengandeng aroma tubuh
Menjenguk dalam mimpiku
Kurasakan belaianmu begitu lembut
Mengingatkan aku pada ibu
Aku pun jadi rindu padamu
Memeluk Waktu
Jika saat itu adalah aku
Dan saat ini adalah engkau
Maka aku memohon kepadamu
Jangan pisahkan waktu ini dan itu
Aku hanya ingin kau dan aku
Memeluk waktu
Kalimat Kenangan
Kalimat itu masih mengendap di dasar lembah
Akan menyembul di antara gunung
karang menyapa matahari
Masih ingatkah kau tentang kisah ini?
Sebuah catatan singkat yang mengalir dari
ujung sungai
Mengendap di selasela hati
Lalu terbit dari matakata meramba bukit-bukit
:
Tapi dari sini
Mungkin terlampau jauh untuk dititi.
Di Gerbang Pelaminan
: Kamil dan Nawa
Menes, 060107
1/
Sebelum aku masuk altar pelaminmu
Bunga-bunga yang berbaris di gerbang menyambutku
Senyumnya membisik lirih kepadaku:
“Para malaikat dan bidadari menari sambil berdoa pada ilahi.”
Lalu doa-doa pun bahagia menyambutmu
Begitu juga langit, pun membiru
Menyibak awan yang mulai sendu
:Semoga bahagiamu tak lekas berlalu
2/
Lalu kau iris sepenggal sorga
Lalu kau simpan dalam belanga
Saat waktu mulai gelisah
Irisan sorga itu kau masak dengan airmata bahagia
Entah,
Seberapa madu kau cecap dari bunga-bunga
Bahkan matahari yang selalu mengintai siang
Atau rembulan yang tak tega meninggalkan malam
Mereka tak pernah lihat engkau memadu cinta
Justru kerlap lampu yang selalu lelap dala
Wednesday, April 25, 2007
Subscribe to:
Posts (Atom)